Kamis, 18 April 2013


Makalah Individu
Konsep Perencanaan Kurikulum dan Model-Model Pengembangan Kurikulum
 Mata Kuliah : Manajemen Kurikulum”


Disusun oleh :
Kelompok 5
Dita Rosmaya                                   1445110638



MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Kata Pengantar

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Kurikulum. Dalam makalah ini kami membahas tentang konsep perencanaan kurikulum dan model-model pengembangan kurikulum.
Penyusun  mencoba memberikan suatu pemahaman yang berguna untuk pembaca. Serta mengembangkan minat untuk mempelajarinya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami sangat menantikan tanggapan, kritik dan saran dari segenap pembaca.
Dengan demikian semoga makalah yang kami buat dapat berguna dan memenuhi kebutuhan bagi kita semua.


                                                                                                            Jakarta, Februari 2013

                                                                                                                          Penyusun







Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................................  i
Daftar Isi ............................................................................................................................  ii
Bab I : Pendahuluan
A.   Latar Belakang .....................................................................................................  1
B.   Tujuan ...................................................................................................................  2
C.   Manfaat.................................................................................................................. 2
Bab II : Isi
A.   Meninjau definisi kurikulum ..............................................................................  3
B.   Membedah Peran Penting Kurikulum .............................................................  6
C.   Kurikulum Ibarat Pondasi Rumah..................................................................... 13
D.   Model-Model Pengembangan Kurikulum .......................................................  16
Bab III : Kesimpulan ........................................................................................................  29
Daftar Pustaka .................................................................................................................  30

BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
      Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional haruslah dikelola dengan tepat agar sebagai subsistem sebagai pembangunan nasional, tujuan sisdiknas seperti yang diminta dalam pasal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dapat tercapai secara efisien dan efektif.  Khususnya pada Pendidikan Dasar perlu mendapat perhatian khusus. Kurikulum yang ada sekarang bukan saja terlalu “overload”. Sebagai konsekuensi logis dari kurikulum yang sentralistik, juga karena proses penyusunan sampai pada pelaksanaan dan evaluasi kurikulum masih steril dari jamahan masyarakat.
                  Dalam rangka penyermpurnaan sistem pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh pasal 31 UUD 1945 pelaksanaan produk hukum tersebut masih harus diuji dilapangan dan sebagaimana biasanya dalam pelaksanaannya dihadapi kerikil-kerikil sebagai hambatan yang disebabkan oleh berbagai hal. Terlepas dari msalah yuridis, terdapat dua pola pemikiran atau asumsi yang mendiminasi kontroversi ini. Asumsi satu : mutu pendidikan akan dapat ditingkatkan apabila ditangani secara efisien artinya, berbagai sumber yang  mempengaruhi terjadinya proses pendidikan perlu ditangani secara jelas, terkendali, dan terarah. Kurikulum diarahkan dan diperinci, guru diarahkan dan ditugaskan, sarana dan dana pendidikan diprogramkan secara efisien asumsi ini dapat disebut asumsi pedagogik. Asumsi dua : pendidikan yang merupakan kebutuhan dasara dari setiap warga negara merupakan kewajiban pemerintah, dalam hal ini unit pemerintah yang paling depan, untuk melaksanakannya pendidikan menjadi salah satu masalah pembagian wewenang kekuasaan, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.





2.    Tujuan
            Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a.    Mengetahui tentang konsep dasar perencanaan kurikulum dan model-model pengembangan kurikulum.
b.    Mahasiswa mampu menganalisis tentang tata cara merencanakan kurikulum dengan mempertimbangkan model-model pengembangan kurikulum yang ada agar pendidikan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.
c.    Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa khususnya dalam merencanakan kurikulum

3.    Manfaat
            Melalui penulisan makalah ini diharapkan kita bisa lebih memahami bagaimana kegiatan penyusunan dan pengelolaan kurikulum apakah sudah sesuai dengan kenyataan, dan juga model-model pengembangan kurikulum. Sehingga kita bisa mengurangi kesalahan-kesalahan yang akan terjadi. Selain itu penulis juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya mahasiswa Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Melalui makalah ini diharapkan pembaca dapat lebih memperkaya ilmu tentang perencanaan dan pengembangan kurikulum.














BAB II
ISI PEMBAHASAN

A.  Meninjau definisi kurikulum
Di Indonesia, istilah kurikulum menjadi populer sejak tahun 1950-an yang diperkenalkan oleh sejumlah kalangan pendidikan lulusan Amerika Serikat. Sebelumnya, kita lebih akrab dengan istilah rencana pembelajaran. Hakikatnya kurikulum sama dengan rencana pembelajaran yang membedakan hanyalah cara pandangnya. Hilda Taba dalam buku Curriculum Development, Theory, and Practice mendefinisikan kurikulum sebagai plan of learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Ada pula sejumlah pendapat pakar yang berbeda mengenai kurikulum
J. Galen dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning of Better Teaching and Learning memberikan definisi kurikulum sebagai the sum total of school’s effort to influence learning, whether in the classroom, on the playground or out of school. Oleh karenanya, segala usaha sekolah guna mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, atau diluar sekolah disebut kurikulum. Termasuk juga dengan kegiatan ekstrakurikuler.
Harold B. Albertys dalam buku Reorganizing the High School Curriculum mencermati kurikulum sebagai segala kegiatan yang difasilitsi oleh sekolah demi kepentingan siswa. B. Othanel Smith, W. O. Stanley dan J. Harlan Shore memandang kurikulum sebagai rangkaian kegiatan potensial yang dapat diberikan kepada anak supaya mereka dapat berpikir dan berbuat sesuatu dengan masyarakatnya.
Willian B. Ragan dalam buku Modern Elementary Curriculum menjelaskan arti kurikulum sebagai all the experiences of children for which school accepts responsibility. It denotes the result of effort on the part of the adults of the community and the nation to bring the children the finest, most whole some influences that exist in the culture.
Ragan menggunakan kurikulum dalam arti yang luas mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah. Kurikulum tidak hanya mencakup bahan pelajaran, namun seluruh kehidupan dalam kelas, hubungan sosial antar guru dan murid, metode mengajar, dan cara mengevaluasi juga termasuk didalamnya.
J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School Improvement berpendapat bahwa kurikulum mencakup metode mengajar dan belajar, car mengevaluasi murid dan semua program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi, dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
Alice Miel menyatakan dalam buku Changing the Curriculum bahwa kurikulum meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, dan sikap orang-orang yang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi, dan orang lain yang memiliki hubungan dengan murid). Oleh karenanya, kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang didapat anak di sekolah. Definisi Miel tersebut sangat luas. Tidak hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita, dan norma. Namun, juga pribadi guru, kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah.
Sedangkan Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum merupakan keseluruhan pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik dibawah arahan dan bimbingan sekolah. Dede Rosyada kemudian memberikan uraian singkat bahwa pengalaman yang diperoleh siswa dari program-program yang ditawarkan sekolah amat variatif, tidak sebatas pembelajaran dalam kelas, tetapi juga lapangan tempat mereka bermain di sekolah, kantin, bahkan bus sekolah. Semua itu memberikan kontribusi pengembangan pengalaman yang mempengaruhi perubahan-perubahan pada diri mereka. Ini menjadi fakta bahwa pelaksanaan kurikulum pendidikan yang berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin guna melahirkan praktisi pendidikan memberikan paradigm yang mendidik.
Atas dasar tersebut, Sukmadinata dalam Dede Rosyada memiliki beberapa prinsip yang dapat dipegang guna memahami pemaknaan kurikulum sejatinya sehingga kurikulum betul-betul diletakkan sebagai pijakan dasar dalam melaksanakan pendidikan secara praktis dan konkret sebagai berikut :
1.    Kurikulum sebagai substansi, yakni rencana kegiatan belajar para siswa di sekolah, mencakup rumusan-rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan pembelajaran, jadwal, dan hasil evaluasi belajar. Kurikulum tersebut merupakan konsep yang telah disusun oleh para ahli dan disepakati oleh para pengambil kebijakan pendidikan serta oleh masyarakat sebagai bagian dari hasil pendidikan.
2.    Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni merupakan rangkaian sebuah konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan secara koheren dengan lainnya. Kurikulum itu sendiri memiliki korelasi dengan semua unsure dalam sistem pendidikan secara keseluruhan.
3.    Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, terbuka, dan membuka diri terhadap berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian dengan tuntutan pasar atau tuntutan idealism pengembangan peradaban umat manusia.

Robert Gagne menegaskan bahwa kurikulum adalah bagian dari isi dan bahan pembelajaran yang digambarkan dengan sedemikian rupa sehingga pembelajaran setiap unit dan dituntaskan sebagai satuan utuh. Masing-masing unit menggambarkan kompetensi siswa yang dikuasai.
Oleh sebab itu kurikulum harus mencakup segala hal, baik yang berhubungan langsung dengan kebutuhan anak didik di sekolah maupun tidak. Hal ini membutuhkan cakupan holistic dan komprehensif. Mengabaikan hal lain yang berada diluar kebutuhan langsung anak didik akan memutuskan jaringan anak didik ketika berada di luar sekolah atau setelah lulus dari sekolah. Diakui maupun tidak, baik secara mikro maupun makro. Kurikulum akan menuntut nasib pendidikan anak didik, baik ketika masih berada dalam lingkungan pendidikan sekolah maupun ketika sudah berada di luar sekolah. Dengan demikian, menyusun dan membuat konkret anak didik, baik jangka pendek, menengah, dan panjang.
Kurikulum menjadi kunci sukses maupun gagalnya sebuah pendidikan yang akan digelar oleh guru dan sekolah. Kurikulum memberikan pengaruh besar terhadap dinamika pendidikan dan perkembangan kedewasaan anak didik kedepannya. Ketelitian dalam penyusunan kurikulum harus diupayakan perwujudan nyatanya supaya menghasilkan output pendidikan yang berkualitas. Kurikulum senyatanya harus dibuat oleh kelompok dalam disiplin terkait.
Pendidikan akan mampu melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas dan terampil ketika kurikulum yang dibangun dan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Muatan-muatan yang terkandung dalam kurikulum sebangun dengan kecakapan dasar anak didik sehingga mereka mudah mengikuti praktis pendidikan yang dijalankan. Jika tidak, kurikulum justru akan semakin menyulitkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan potensi. Mereka akan terbebani dengan persoalan yang kian membelenggu sehingga pendidikan menjauhkannya dari realitas lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, kurikulum yang tepat dan mampu dinikmati dengan sedemikian enak oleh anak-anak didik ketika muatan di dalamnya memberikan kesenangan dan tidak membawa stress.
Idealnya, kurikulum menjadi pemandu yang bisa memberikan arahan-arahan fleksibel dan lentur. Memberikan nuansa kemerdekaan hidup bagi anak didik untuk melakukan aktualisasi diri sedemikian rupa. Secara revolusioner dan radikal, Y. B Mangunwijaya menegaskan bahwa perubahan sistem pendidikan, sebut saja kurikulum pendidikan, harus dimulai dengan memperhatikan tingkat sekolah dasar. Itulah tulang punggung bagi pendidikan selanjutnya. Merupakan ekosistem dan basis strategis bagi evolusi humanisasi bangsa.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang diharapkan mampu membekali peserta didik dengan aneka pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap dasar yang memungkinkan peserta didik tumbuh menjad imanusia yang utuh, warga Negara yang berakhlak mulia, terampil, bertanggung jawab, dan memiliki keterlibatan sosial, baik dengan pendidikan formal lanjutan maupun tanpanya. Oleh sebab itu kurikulum tingkat dasar harus memberikan penguatan yang matang terhadap peserta didik.

B.  Membedah Peran Penting Kurikulum
Prof. Dr. Soedijarto, M. A. mengatakan bahwa sekolah merupakan lembaga sosial yang keberadaannya merupakan bagian dari sistem sosial negara bangsa. Ia bertujuan untuk mencetak manusia susila yang cakap, demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertaqwa, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap dan mandiri, dan lain sebagainya. Soedijarto lebih jauh mengatakan bahwa pencapaian itu akan bisa diraih ketika ada suatu proses yang terencana dengan efisien, efektif, dan relevan. Agar tujuan tersebut tercapai maka dibutuhkan kurikulum yang kuat, baik secara infrastruktur maupun superstruktur.
Apa kurikulum yang dimaksud tersebut ?
Kurikulum hanya akan efisien dan efektif menjalankan fungsi pendidikan bila dilaksanakan oleh guru yang memiliki kemampuan professional. Bila muncul pertanyaan selanjutnya, apakan peran penting yang dipegang oleh kurikulum sehingga strategis dalam pembangunan pendidikan yang berkualitas ? Jawabannya, kurikulum secara hakiki adalah jalan yang harus ditempuh peserta didik guna mencapai tujuan program pendidikan. Tanpa adanya kurikulum yang jelas maka tuuan pendidikan yang akan dicapai akan menjadi buyar. Bila tidak disebut demikian maka tujuan pendidikan yang dihasilkan pun tidak akan sesuai dengan target yang diraih. Oleh sebab itu, kurikulum merupakan penunjuk arah kemana pendidikan akan dituntun dan diarahkan atau akan menghasilkan output pendidikan seperti apa. Oleh karenanya, hal mendasar yang kemudian harus menjadi perhatian dan pertimbangan penting dalam kurikulum adalah identifikasi tujuan pendidikan yang harus dicapai para peserta didik.
Ini penting untuk membuat gambaran umum dan khusus ke mana materi pendidikan akan diajarkan kepada peserta didik, termasuk metode ajar, monitoring dan evaluasi akhir. Dalam proses identifikasi, secara umum akan menggambarkan kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang dikuasai oleh lulusan pendidikan dalam wilayah studi kurikulum yang kemudian disebut tahap pertama perencanaan kurikulum. Setelah disebutkandan diuraikan sejumlah tujuan pendidikan yang akan dicapai oleh peserta didik, selanjutnya dirancang struktur program pendidikan yang memuat jenis-jenis mata pelajaran, latihan, dan bobot mata pelajaran dalam alokasi jam pelajaran. Setelah kurikulum satuan pendidikan tuntas dirancang dan diselesaikan maka akan memasuki tahap mengembangkan kurikulum yang mencakup penyusunan garis besar program belajar mengajar (pengembangan kurikulum suatu materi pelajaran) dan pengembangan program pembelajaran.
Setelah kurikulum satuan pendidikan ditetapkan maka akan diketahui kedudukan setiap mata pelajaran. Hal penting yang harus dipahami adalah setiap mata pelajaran harus harus dipegang oleh seseorang yang memiliki disiplin terkait supaya kemudian melahirkan satu kinerja professional. Ketika hal demikian berada dalam proses identifikasi mata pelajaran maka ada beberapa pertanyaan dasar yang juga harus diperhatikan.
Pertama, mengapa dan untuk apa – dilihat dari pencapaian tujuan pendidikan pendidikan – mata pelajaran harus dipelajari peserta didik ? Kedua, apa yang harus dicapai dengan mempelajari bidang studi dari mata pelajaran tertentu ? Jawaban atas pertanyaan kedua ini akan mengerucut pada rumusan tujuan yang disebut dengan tujuan kurikulum.
Beberapa hal yang penting dijalankan untuk melahirkan kurikulum yang bermutu adalah :
1.    Menyusun pokok-pokok bahasan bidang studi yang secara potensial dapat dijadikan objek belajar yang relevan untuk mencapai tujuan.
2.    Memilih pokok bahasan bidang studi yang paling relevan sebagai objek belajar guna mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.
3.    Menyusun deskripsi setiap pokok bahasan yang telah dipilih sehingga jelas.
4.    Mengurutkan pokok-pokok bahasan secara logis dan psikologis agar dapat dipertanggungjawabkan.

Supaya kurikulum yang dibangun tersebut kemudian bisa menjadi serangkaian pengalaman pembelajaran yang relevan dengan kehidupan peserta didik, masih perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai program pembelajaran ini. Aktivitas ini kemudian diserahkan kepada penanggung jawab studi atau pengampu mata pelajaran supaya dilakukan penyesuaian bahan aja yang dibutuhkan oleh peserta didik. Pengampu mata pelajaran terkait harus menguasai bidang studi yang dibebankan padanya, memahami karakteristik peserta didik yang akan dihadapinya, memiliki berbagai model pembelajaran sehingga bisa mendialogkan mata pelajaran tersebut secara lebih lentur, menguasai teknologi pendidikan sebagai pelengkap proses pembelajaran supaya lebih efektif bagi penunjang proses belajar mengajar dan mampu melakukan evaluasi dengan objektif. Pertanyaannya sekarang, mampukah kita melahirkan kurikulum yang sedemikian rupa ?
Hal tersebut menjadi tanggung jawab para pendidik dan sekolah apaila kurikulum diandaikan sebagai bagian terpenting dalam proses pendidikan. Secara tegas, kurikulum dalam kondisi apa pun, baik di dalam sekolah kota maupun desa, mendukung keberhasilan proses pendidikan. Kurikulum menentukan arah dan kemajuan output pendidikan dan memberikan kualitas pendidikan yang diinginkan. Tanpa kurikulum atau perencanaan pembelajaran yang dilakukan secara sistematis, mustahil pendidikan melahirkan hasil luar biasa.
Menurut Dr. E. Mulyasa, M. Pd., kurikulum merupakan kumpulan perangkat perencanaan dan pengaturan tentang tujuan, kompetensi dasar, materi dasar, hasil belajar, serta penerapan pedoman pelaksanaan aktivitas belajar guna meraih kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Mencermati apa yang dimaksud Mulyasa tersebut, kurikulum sangay menentukan awal, proses, dan akhir pembelajaran. Kurikulum menjadi pengawal dinamka pendidikan yang ditunjukan untuk mencerdaskan anak-anak didik. Lebih jauh lagi, Mulyasa mengatakan agar kurikulum menekankan pada proses pendidikan yang berupaya untuk membangkitkan keinginan, komitmen, kesadaran, dan kemauan anak didik supaya gemar dan rajin membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi. Dengan demikian, ini membuka ruang kecerdasan anak duduk yang tidak hanya berpatokan pada kemampuan kognitif, namun juga mengarah pada pembangunan soial-minded­.
Prof. Dr. Soedijarto, M. A. mengatakan bahwa kurikulum memegang peran penting bagi pembangunan dan pembentukan sebuah karakter bangsa. Bila dijelaskan lebih detail, kurikulum itu menanamkan nilai-nilai nasionalisme terhadap anak-anak bangsa sehingga mencintai bangsanya sebagaimana mencintai diri sendiri dan keluarganya. Kurikulum yang memuat nilai seperti itu mampu menjadikan bangsa ini kokoh dan utuh. Dengan demikian, anak-anak didik akan memilik impian besar supaya bangsanya tetap menjadi bangsa maju dan tidak bergantung pada bangsa-bangsa lain.
Bahkan, kurikulum sebagaimana yang dijelaskan Soedijarto mengandung nilai religus berupaya bisa mendidik anak-anak bangsa supaya mengenal Tuhan dan memiliki kekuatan agama. Selain itu, kurikulum juga harus mampu menyuntikan kesadaran humanis sehingga mereka menjadi anak-anak yang bertanggung jawab terhadap setiap amanah yang diamanatkan padanya. Diakui mampu tidak pula, kurikulum memiliki sumbangsih besar bagi perubahan pendidikan. Sebab, ini akan melahirkan perubahan konsep kurikulum yang secara terus menerus.
Dengan kata lain, proses pembelajaran dalam kelas selalu berpatokan pada kebutuhan dan kepentingan anak didik agar dipenuhi. Dalam konteks demikian, tuntutan kurikulum melahirkan konsep pendidikan yang maju dan progresif. Suka maupun tidak, hal demikian harus dijalankan secara serius dan konkret apabila menginginkan dinamika dalam pendidikan. Dengan demikian, peran penting kurikulum secara lebih tegas dioptimalkan. Pertanyaannya, perubahan seperti apa yang harus dimiliki kurikulum supaya semakin strategis dalam mencapai hasil pendidikan yang berkualitas ? Secara jelas, harus dilakukan evaluasi secara terus menerus dari proses pendidikan yang telah dilakukan dan dicapai mulai dari metode mengajar yang diterapkan, bahan materi yang digunakan, dan prinsip penilaian penilaian akhir prestasi anak didik.
Ini sesungguhnya menjadi hal mendasar yang harus dikerjakan supaya perubahan kurikulum menyentuh persoalan dan kebutuhan di lapangan. Jangan sampai menimbulkan persoalan yang menyebabkan matinya proses pendidikan. Siapa pun setuju bahwa perkembangan kurikulum sebagai bagian dari reposisi menjadi pertaruhan keberhasilan pendidikan. Pola pengembangan kurikulum harus memberikan arah-arah kemajuan dan perbaikan. Sudah menjadi tanggung jawab untuk dikerjakan ketika hal demikian sudah dirancang secara matang. Menjadi hal utama ketika pengembangan kurikulumm lebih menunjukkan prestasi pendidikan  yang membanggakan. Menjadi harapan ideal ketika perkembangan kurikulum mampu mengakomodasi segala kebutuhan pendidikan, baik jangka pendek, menengah, dan panjang. Itulah tujuan utama dari pengembangan kurikulum.
Kurikulum harus menampung segala potensi dan bakat anak didik yang bisa diaktualisasikan secara konkret dan praktis. Perkembangan kurikulum bisa membuka peluang-peluang baru bagi proses pendidikan yang lebih hebat dan dinamis. Dalam konteks demikian, pengembangan kurikulum tidak semata berdasarkan kebutuhan realitas yang dapat ditangkap lewat panca indera, namun juga hati, pikiran, dan insting masa depan. Oemar Hamalik memberi penjelasan lebih terinci mengenai pengembangan kurikulum, yaitu :
1.    Berorientasi tujuan. Pengembangan kurikulum diniatkan supaya berpegang pada tujuan pendidikan nasional. Merupakan gabungan dari tujuan satuan dan jenjang pendidikan. Hal tersebut mengandung aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai guna untuk membangkitkan tingkah laku anak didik yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.
2.    Relevan. Pengembangan kurikulum semestinya mencakup tujuan, isi, dan sistem penyampaian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan siswa sehingga sangat mempengaruhi pendidikan yang menyentuh realitas.
3.    Efisien dan efektif. Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan aspek efisien dalam menggunakan dana, waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar bisa melahirkan hasil yang memuaskan. Dengan kata lain, dana yang tersedia harus digunakan untuk kebaikan dan keberhasilan pendidikan. Hal tersebut sama halnya dengan waktu, tenaga dan lain seterusnya.
4.    Fleksibilitas. Ini terkait dengan kebutuhan dalam sebuah lokal tertentu. Apabila anak-anak didiknya berada dalam alam agraris maka kurikulum yang digunakan harus memuat pendidikan yang bernuansa agraris dengan memasukkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk pengembangan lahan pertanian.
5.    Kontinuitas. Kurikulum harus dibangun secara berkesinambungan. Seluruh bagian dalam kurikulum disusun secara sistematis sesuai dengan jenjang dan tingkat pendidikan anak didik. Sengan demikian, keterkaitan aspek tersebut akan membantu  pendidik dan siswa dalam proses pembelajaran.
6.    Kesinambungan. Agar kurikulum dapat berjalan dengan sedemikian berhasil maka perlu memperhatikan berbagai program dan sub program antara mata ajar dan aspek perilaku yang ingin dikembangkan. Hal itu akan membentuk jalinan yang lengkap sehingga memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan pribadi anak didik.
7.    Terpadu. Kurikulum harus dirancang dan dilaksanakan secara terpadu, mulai dari topik atau masalh serta konsistensi antara unsur-unsurnya. Ini melibatkan semua pihak, baik dilingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah yang bersifat lintas sektoral. Dengan demikian, ini membentuk pribadi anak didik yang tangguh dan kuat. Ini juga harus dilaksanakan antara anak didik dan pendidik sebagai pelaksana utama dalam pembelajaran.
8.    Mutu. Supaya kurikulum memilii bobo yang kian baik maka kualitas pendidik, kegiatan belajar mengajar seperti metode mengajar, peralatan dan beberapa aspek penting lainnya yang menunjang digelar. Ini diharapkan mampu melahirkan bentuk nyata pengembangan kurikulum yang akan mendorong perwujudan tujuan pendidikan nasional. Akhirnya, pengembangan kurikulum menampakkan hasil konkret yang bisa dinikmati seluruh konsumen pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas, bahkan perguruan tinggi.

      Kurikulum harus memberikan perspektif baru dalam proses pendidikan. Ini akan menjadi kunci utama dalam keberhasilan pendidikan. Konsep teori dan teknis yang harus dibangun mendasarkan pada kebutuhan dan kepentingan di tingkat lapangan. Kurikulu yang baik adalah yang mampu menangani dialog dengan persoalan-persoalan nyata di tengah masyarkat. Kurikulum membangun kesadaran supaya peserta didik nantinya bisa lebih akrab dengan hal-hal disekelilinganya. Namun, jangan sampai memberikan materi belajar yang jauh dari lingkungan kehidupan. Tidak menceoki peserta didik dengan sekian materi ajar yang susah diterjemahkan dalam ranah sosial. termasuk pula tidak menggiring peserta didik untuk melupakan realitas sosial dimana mereka berada dan melakukan aktivitas sosial.
      Ini merupakan hal penting yang harus dicermati. Kurikulum hadir untu menggambarkan bagaimana masyarakat bisa dijelaskan secara ilmiah dan terperinci sehingga peserta didik dapat mengenal lingkungan secara baik. Oleh sebab itu, penerapan kurikulum bisa dicapai dengan sempurna jika diperkuat oleh basis-basis lain sebagai proses pendidikan yang berkualitas. Rumus sederhananya, peserta didik berhasiil mencapai tujuan pendidikan masing-masing ketika perangkat-perangkat yang disiapkan untuk mencapai tujuan pendidikan dimatangkan secara seruis dan terpadu.
      Dengan kata lain, tujuan pendidikan harus bisa disebangunkan dengan segal perangkat yang ada agar pendidikan yang berkualitas bisa direngkuh dengan baik. Seluruh hal penting yang terkait pencapaian pendidikan berkualitas harus bisa diselenggarakan secara maksimall dan optimal. Bila bangsa ini kemudian diharuskan memiliki peradaban besar dan tinggi maka pendidikan pun harus bisa dilakoni secara berdaya guna.

C.  Kurikulum Ibarat Pondasi Rumah
      Menurut ilmu teknik sipil, kuatnya fondasi rumah akan menguatkan bangunan selanjutnya dari rumah tersebut. Lebih lanjut disebutkan, fondasi diramu dengan segala jenis tanah berkualitas, ditambah campuran semen yang banyak, dilengkapi pasir dengan segala campuran lainnya, akan menjadikan fondasi tersebut siap menopang bangunan rumah untuk tegak berdiri. Pertanyaannya adalah apakah kurikulum negeri ini menganut konsep sedemikian ? apakah kurikulum yang selama ini dijalankan dengan segala bentuk UU memberikan fondasi yang  kuat demi menjalankan pendidikan yang berkualitas dan baik ? apakah fondasi dalam kurikulum negeri ini memang dipola dengan sedemikian amburadul sehingga melahirkan output pendidikan yang sangat buruk ? apakah kurikulum sebelum dilaksanakan secara praktik telah diperkuat dengan perangkat luar biasa supaya proses pendidikan yang dijalankan nantinya bisa optimal ?
      Yang jelas, kurikulum akan menjadi mumpuni dan kokoh apabila menyerupai fondasi rumah. Mengandung nilai-nilai sangat mendasar dan potensial bagi keberhasilan pendidikan yang diharapkan bersama. Menurut Oemar Hamalik, ada enam faktor yang harus dijadikan landasan utama. Pertama, tujuan filosofis dan pendidikan nasional merupakan piranti utama yang harus dipertegas penjabarannya.
      Kedua, sosial budaya dan agama yang hidup di tengah masyarakat harus dimasukkan dalam nilai kurikulum sebagai bagian dari penanaman nilai-nilai keribadian diri. Ketiga, perkembangan peserta didik harus dipertimbangkan. Keempat, keadaan lingkungan baik interpersonal, kultural, biekologi, dan geoekologis jangan sampai ditinggalkan, sebab mempengaruhi pembentukan pendidikan terhadap peserta didik.
      Kelima, kebutuhan pembangunan dalam daerah tertentu harus diperhatikan, sebab pendidikan bersinergi dengan realitas potensial yang sedang dikembangkan dan dibutuhkan demi kemajuan sebuah daerah tertentu. Keenam, perkembangan global mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi harusbisa diserap dan dimasukkan dalam kurikulum supaya pendidikan yang ditanamkan terhadap peserta didik selalu berwawasan global. Ibaratnya, merek kemudian tidak seperti katak dalam tempurung. Mereka mampu melihat ke depan bagaimana pendidikan di lintas bangsa selalu mengalami perkembangan dan kemajuan pesat. Selalu muncul dinamika yang luar biasa yang kemudian menimbulkan proses perubahan secara terus menerus.
      Lebih lanjut, Oemar Hamalik menggambarkan, supaya kurikulum mampu menjadi sebuah fondasi dengan paradigma mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai berikut ;
1.    Tujuan kurikulum
            Tujuan kurikulum berdasarkan setiap satuan pendidikan harus diperhatikan secara cermat. Ini menentukan arah sebuah implementasi pendidikan.
2.    Materi kurikulum
            Sejatinya, materi kurikulum adalah isi dari kurikulum. Oleh karenanya, materi tersebut harus mencerminkan bahan ajar yang membangun ruang pencerahan.
3.    Metode
            Metode merupakan cara yang digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran. Metode dalam konteks tersebut memiliki pesan strategis dan penting dalam keberhasilan sebuah pendidikan yang termuat dalam kurikulum.
4.    Organisasi kurikulum
            Organisasi kurikulum yang dimaksudkan adalah konsep kurikulum berdasarkan beberapa kebutuhan masing-masing.
5.    Mata pelajaran terpisah
            Kurikulum ini merupakan mata pelajaran terpisah, seperti sejarah, ilmu pasti, bahasa Indonesia, dan sebagainya. Disebut terpisah sebab diajarkan seara tersendiri, tanpa mempunyai relasi denan mata pelajaran lain. Lebih tepatnya, pengajaran tersebut tidak mendasarkan diri pada pertimbangan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
6.    Mata pelajaran berkolerasi
            Ini ditujukan agar pendidikan yang dijalankan mampu membangun pandangan hidup peserta didik yang linier. Dengan kata lain, mempelajari sejarah dan ilmu bumi memiliki kaitan isi kendatipun berbeda dalam waktu pengajaran.
7.    Bidang studi
            Ini dimaksudkan supaya materi ajar yang sekelompok dan mempunyai kaitan ciri-ciri dapat dihubungkan sedemikian rupa, seperti bidang studi bahasa mencakup membaca, bercerita, mengarang, bercakap — cakap, dan lain sebagainya.
8.    Program yang berpusat pada anak
            Program ini merupakan terobosan baru supaya anak didik dapat menjadi pusat pembelajaran, sedangkan pendidik hanya sebagai fasilitator. Pendidik menyiapkan segala bahan yang diperlukan supaya anak didik mendapat pengetahuan dari aktivitas yang dikerjakannya sebut saja cerita dan lain sebagainya.
9.    Core program
            Ini merupakan program pembelajaran yang berupaya memecahkan sebuah persoalan tertentu. Proses pengajarannya melalui kegiatan belajar yang menekankan pada pemecahan masalah. Dalam program tersebut, pengalaman-pengalaman yang disarankan sudah diberikan sehingga pendidik dan anak didik hanya memilih mana yang tepat untuk digunakan dalam rangka merencanakan dan mengembangan suatu unit kerja yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan anak didik.
10. Elektik program
            Program demikian merupakan program yang berupaya menemukan titik keseimbangan antara organisasi kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran dan peserta didik. Memilih unsur paling baik di antara berbagai mata pelajaran tersebut kemudian digabungkan dalam satu program adalah rumus yang tepat untuk menjalankan elektik program. Ini menjadi sebangun dengan minat, kebutuhan, dan kematangan peserta didik. Ruang lingkup dan urutannya sudah ditentukan sebelumnya. Pendidik dan peserta didik hanya merinci kembali. Dengan begitu, ini menghasilkan alokasi waktu yang proporsional, baik untuk mengajar keterampilan dan unit kerja. Distribusi waktu disinergikan dengan kegiatan guna mencapai tujuan. Lebih menarik lagi, program ini memberikan peluang bagi peserta didik untuk menjadi kreatif dem pengembangan apresiasi dan pemahaman.
11. Evaluasi
            Evaluasi merupakan komponen yang cukup menjadi harapan terakhir mengenai seberapa besar hasil pendidikan atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik. Dalam konteks ini, evaluasi sangat dominan untuk mengukur sebuah keberhasilan pendidikan atau prestasi pendidikan sehingga bisa ditemukan titik kesulitan, kemudahan, dan hambatan yang dialami peserta didik.
            Tentu, pemberian evaluasi memilii titik tolak yang berlainan, sesuai dengan tujuan dilakukannya penilaian tersebut. Penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan siswa dan dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Sedangkan penilaian sumatif bermaksud untuk menilai kemampuan siswa setelah satu semester atau dalam periode tertentu guna mengetahui perkembangan peserta didik secara holistik. Oleh karenanya, supaya evaluasi bisa berhasil maka instrumen yang digunakan harus mengandung valid, riel, objektif, praktis, dan berbeda.
            Mencermati paparan tersebut maka menjadi sangat jelas bahwa kurikulum merupakan bahan utama dalam melahirkan kualitas pendidikan yang baik. Kurikulum mendapatkan posisi guna membawa proses pendidikan yang mampu memberikan arah jelas dan baku ke depannya. Bila pendidikan Indonesia harus diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional, kurikulum sedemikian cukup cerdas memberikan titik berangkat yang sangat kokoh.

D.  Model-Model Pengembangan Kurikulum
      Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.  Pemilihan suatu model kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
      Sekurang kurangnya dikenal delapan model pengembangan kurikulum, yaitu : the administrative (line staf) model, the grass root model, Beauchamp’s system, the demonstration model, Taba’s inverted model, Roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model and emerging technical model.
1.    The administrative model
            Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administraf atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang saksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang stud yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
            Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikululm tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikululm tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, “top down” atau ”line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksananya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
            Dalam pelaksanaan kurikululm tersebut, selama bertahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian persekolahan dapat dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.

2.     The grass roots model
            Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass on the roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stanley dan Shores ;
a)    The curriculum will improve only as the professional competence of teachers improves.
b)    The competence of teachers will be improved only as the teachers come involved personally in problems of cirrriculum revision.
c)    If teacher share in dhaping the goals to be attained, in selecting, definine, and solingthe problem to be encountered, and in judging and evaluating the results, their involvement will be most nearly assured.
d)    As people meet in face-to-face groups, they will be able to understand one another better and reach a consensus on basic principles, goals, and plans
            Pengembangan kurikulum yang bersifat grass root, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikululm yang bersifat desentralisasi dengan model grass root-nya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

3.    Beauchamp’s system
            Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
            Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicangkup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun seluruh negara. Penetapan arena ini ditentuan oleh wewenang yang dimilik oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikululm, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
            Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, (3) pada profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
            Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dbanding dengan tokoh-tokoh lain seperti, para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta indutriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-guru sangat besar. Mengenai keterlibatan kelompo-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan : (1) haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum ?, (2) Bila ya, apakah peranan mereka ?, (3) Apakkah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk menjelaskan peran tersebut ?
            Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang arus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu ; (1) membentuk tim pengembangan kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan, (3) studi pengajaran tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
            Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau penulisan kurikulum.
            Langkah yang kelima dan merupakan langkah terakhir adalah evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa, evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.
           
4.    The demosntration model
            Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru ekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
            Menurut Smith, Stanlet, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini. Pertama, sekelompok guru dari sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi/komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang seperti, direktorat pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan, dan sebagainya.
            Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. mereka menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengaharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.
            Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum model ini. Pertama, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis. Kedua, perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administator, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh. Ketiga, pengembangan kurikulum dengan skala kecil dengan model ini dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tetapi pelaksanaannya tidak ada. Keempat, model ini sifatnya yang grass root menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru. Kelemahan model ini, adalah bagi guru-guru yang tidak ikut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.

5.    Taba’s innverted model
            Menurut cara bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif, dengan urutan :
a)    Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar
b)    Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu
c)    Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
d)    Melaksanakan kurikulum di dalam kelas
            Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merancang timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
            Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini. Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Didalam unit eksperimen ini diadakan studi saksama tentang hubungan antara teori dengan praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam kelas menghasilkan data-data yang menguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini ;
a)    Mendiagnosis kebutuhan
b)    Merumuskan tujuan-tujuan khusus
c)    Memilih isi
d)    Mengorganisasikan isi
e)    Memilih pengalaman belajar
f)     Mengevaluasi
g)    Melihat sekuens dan keseimbangan
            Langkah kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk mengetahuhi validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.
            Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada sesuatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.
            Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para profesional kurikululm lainnya. Kegiatan itu dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk akal dan sesuai.
            Landasan kelima, implementasi dan dideminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.

6.    Roger’s interpersonal relation model
            Meskipun Roger bukan seorang ahli pendidikan tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsepnya tentang perkembangan dan perubahan individu.
            Menurut Roger manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambaan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
            Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Roger. Pertama, pemilihan target dari sistem pendidikan. Di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan kelompok ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut
a)    He is less protective of his own beliefs and can listen moro accuratelyy
b)    He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas
c)    He has less need to protect bureaucratic rules
d)    He cummunicates more clearly and realistically to superior, peers, and sub-ordinates because he is more open and less self-protective
e)    He is more person oriented and demicratic
f)     He openly confronts personal emotional frictions between him self and colleagues
g)    He is more able to accept both positive and negatie feedback and use it constructively
            Langkah kedua dalam pengembangan kurikulum model Roger adalah partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti yang dilakukan para pejaba pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat suka rela, lama kegiatan kalau bisa satu minggu lebih baik, tetapi dapat juga kurang dari satu minggu. Efek yang akan ditermia guru sejalan dengan para administrator, dengan beberapa tambahan.
a)    He is more able to listen to students
b)    He accepts innovative, troublesome ideas from stundets, rather than insisting on conformity
c)    He pays as much attention to his relationships with students as he does to course content
d)    He work out problem with students rather than responding in a disciplinary and punitive manner
e)    He develops an aqualitarian and democratic classroom climate
            Langkah ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar. Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan :
a)    He feels freer to express both postve and negatie feelings in class
b)    He works through these feelings toward a realistic solution
c)    He has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment
d)    He discovers that he is responsible for his own learning
e)    He awe and fear of authority diminish as he finds teachers and administrators to be fallible human beings
f)     He finds that the learning process enables him to deal with his life
            Langkah keempat, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok ini dapat tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan denga guru. Roger juga menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan sekelompok yang bersifat campuran. Kegiatan merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok diatas.
            Model pengembangan kurikulum dari Roger ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. itulah ciri khas Carl Rogers sebagai seorang Eksistensialis Humanis, ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Roger yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah. Metode pendidikan yang diutamakan Roger adalah sensitivity training, ecounter group, dan  Training Group (T Group).

7.    The systematic action-research model
            Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.
            Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
            Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
            Kedua, implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi : menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebgai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembalidan mengadakan modifikasi, sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

8.    Emerging technical models
            Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya : The behavioal Analysis Model, The system analysis model, The computer based model.
            The behavioal Analysis Model, menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku atau kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarki. Siswa mempelajari perilak-perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
            The system analysis model berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dkuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga, mengidentifi- kasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
            The computer based model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengiden- tifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan dengan unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer.





























BAB III
KESIMPULAN

            Tulisan ini menajikan suatu kerangka kerja dasar yang bersifat konseptual tentang perencanaan kurikulum dan penggunaan model pengembangan kurikulum. Kerangka kerja ini dapat digunakan oleh para instruktur, guru dan calon guru untuk memahami, menganalisis dan mengapllikasikannya dalam proses pembuatan kurikulum yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
            kurikulum menjadi pemandu yang bisa memberikan arahan-arahan fleksibel dan lentur. Memberikan nuansa kemerdekaan hidup bagi anak didik untuk melakukan aktualisasi diri sedemikian rupa.  
            Kurikulum harus menampung segala potensi dan bakat anak didik yang bisa diaktualisasikan secara konkret dan praktis. Perkembangan kurikulum bisa membuka peluang-peluang baru bagi proses pendidikan yang lebih hebat dan dinamis.
            Beberapa hal yang penting dijalankan untuk melahirkan kurikulum yang bermutu adalah :
1.    Menyusun pokok-pokok bahasan bidang studi yang secara potensial dapat dijadikan objek belajar yang relevan untuk mencapai tujuan.
2.    Memilih pokok bahasan bidang studi yang paling relevan sebagai objek belajar guna mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.
3.    Menyusun deskripsi setiap pokok bahasan yang telah dipilih sehingga jelas.
4.    Mengurutkan pokok-pokok bahasan secara logis dan psikologis agar dapat dipertanggungjawabkan.




DAFTAR PUSTAKA

Sukmadinata, Nana Syaodih (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.        Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ahmad, M. (2008).  Pengembangan Kurikulum. Tanggerang: PT Bintang Harapan          Sejahtera