Makalah Individu
Konsep Perencanaan Kurikulum dan Model-Model Pengembangan Kurikulum
“Mata Kuliah : Manajemen Kurikulum”
Disusun
oleh :
Kelompok
5
Dita Rosmaya 1445110638
MANAJEMEN
PENDIDIKAN
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Kurikulum.
Dalam makalah ini kami membahas tentang konsep
perencanaan kurikulum dan
model-model pengembangan kurikulum.
Penyusun mencoba
memberikan suatu pemahaman yang berguna untuk pembaca. Serta mengembangkan minat
untuk mempelajarinya. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami
sangat menantikan tanggapan, kritik dan saran dari segenap pembaca.
Dengan demikian semoga makalah yang kami buat dapat
berguna dan memenuhi kebutuhan bagi kita semua.
Jakarta,
Februari 2013
Penyusun
Daftar
Isi
Kata
Pengantar ................................................................................................................ i
Daftar
Isi ............................................................................................................................ ii
Bab
I : Pendahuluan
A. Latar
Belakang ..................................................................................................... 1
B. Tujuan
................................................................................................................... 2
C. Manfaat..................................................................................................................
2
Bab
II : Isi
A.
Meninjau definisi kurikulum .............................................................................. 3
B. Membedah Peran Penting Kurikulum ............................................................. 6
C. Kurikulum Ibarat Pondasi Rumah.....................................................................
13
D.
Model-Model Pengembangan Kurikulum ....................................................... 16
Bab
III : Kesimpulan ........................................................................................................ 29
Daftar
Pustaka ................................................................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional haruslah
dikelola dengan tepat agar sebagai subsistem sebagai pembangunan nasional,
tujuan sisdiknas seperti yang diminta dalam pasal Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 dapat tercapai secara efisien dan efektif.
Khususnya pada Pendidikan Dasar perlu mendapat perhatian khusus. Kurikulum
yang ada sekarang bukan saja terlalu “overload”.
Sebagai konsekuensi logis dari kurikulum yang sentralistik, juga karena proses
penyusunan sampai pada pelaksanaan dan evaluasi kurikulum masih steril dari
jamahan masyarakat.
Dalam
rangka penyermpurnaan sistem pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh
pasal 31 UUD 1945 pelaksanaan produk hukum tersebut masih harus diuji
dilapangan dan sebagaimana biasanya dalam pelaksanaannya dihadapi
kerikil-kerikil sebagai hambatan yang disebabkan oleh berbagai hal. Terlepas
dari msalah yuridis, terdapat dua pola pemikiran atau asumsi yang mendiminasi
kontroversi ini. Asumsi satu : mutu pendidikan akan dapat ditingkatkan apabila
ditangani secara efisien artinya, berbagai sumber yang mempengaruhi terjadinya proses pendidikan
perlu ditangani secara jelas, terkendali, dan terarah. Kurikulum diarahkan dan
diperinci, guru diarahkan dan ditugaskan, sarana dan dana pendidikan
diprogramkan secara efisien asumsi ini dapat disebut asumsi pedagogik. Asumsi
dua : pendidikan yang merupakan kebutuhan dasara dari setiap warga negara
merupakan kewajiban pemerintah, dalam hal ini unit pemerintah yang paling
depan, untuk melaksanakannya pendidikan menjadi salah satu masalah pembagian
wewenang kekuasaan, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
:
a. Mengetahui tentang konsep dasar perencanaan kurikulum dan
model-model pengembangan kurikulum.
b. Mahasiswa mampu menganalisis tentang tata cara
merencanakan kurikulum dengan mempertimbangkan model-model pengembangan kurikulum
yang ada agar pendidikan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.
c. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa
khususnya dalam merencanakan kurikulum
3.
Manfaat
Melalui
penulisan makalah ini diharapkan kita bisa lebih memahami bagaimana kegiatan
penyusunan dan pengelolaan kurikulum apakah sudah sesuai dengan kenyataan, dan
juga model-model pengembangan kurikulum.
Sehingga kita bisa mengurangi kesalahan-kesalahan yang akan terjadi. Selain itu
penulis juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya
mahasiswa Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Melalui makalah ini
diharapkan pembaca dapat lebih memperkaya ilmu tentang perencanaan dan pengembangan kurikulum.
BAB II
ISI PEMBAHASAN
A. Meninjau
definisi kurikulum
Di Indonesia, istilah kurikulum menjadi populer sejak
tahun 1950-an yang diperkenalkan oleh sejumlah kalangan pendidikan lulusan
Amerika Serikat. Sebelumnya, kita lebih akrab dengan istilah rencana
pembelajaran. Hakikatnya kurikulum sama dengan rencana pembelajaran yang
membedakan hanyalah cara pandangnya. Hilda Taba dalam buku Curriculum Development, Theory, and Practice mendefinisikan
kurikulum sebagai plan of learning,
yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Ada pula sejumlah pendapat
pakar yang berbeda mengenai kurikulum
J. Galen dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning of Better Teaching and
Learning memberikan definisi kurikulum sebagai the sum total of school’s effort to influence learning, whether in the
classroom, on the playground or out of school. Oleh karenanya, segala usaha
sekolah guna mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman
sekolah, atau diluar sekolah disebut kurikulum. Termasuk juga dengan kegiatan
ekstrakurikuler.
Harold B. Albertys dalam buku Reorganizing the High School Curriculum mencermati kurikulum
sebagai segala kegiatan yang difasilitsi oleh sekolah demi kepentingan siswa.
B. Othanel Smith, W. O. Stanley dan J. Harlan Shore memandang kurikulum sebagai
rangkaian kegiatan potensial yang dapat diberikan kepada anak supaya mereka
dapat berpikir dan berbuat sesuatu dengan masyarakatnya.
Willian B. Ragan dalam buku Modern Elementary Curriculum menjelaskan arti kurikulum sebagai all the experiences of children for which
school accepts responsibility. It
denotes the result of effort on the part of the adults of the community and the
nation to bring the children the finest, most whole some influences that exist
in the culture.
Ragan menggunakan kurikulum dalam arti yang luas mencakup
semua program dan kehidupan dalam sekolah. Kurikulum tidak hanya mencakup bahan
pelajaran, namun seluruh kehidupan dalam kelas, hubungan sosial antar guru dan
murid, metode mengajar, dan cara mengevaluasi juga termasuk didalamnya.
J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School Improvement berpendapat
bahwa kurikulum mencakup metode mengajar dan belajar, car mengevaluasi murid
dan semua program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan,
supervisi dan administrasi, dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah
ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
Alice Miel menyatakan dalam buku Changing the Curriculum bahwa kurikulum meliputi keadaan gedung,
suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, dan sikap orang-orang yang
melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan
personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi, dan orang lain yang
memiliki hubungan dengan murid). Oleh karenanya, kurikulum meliputi segala
pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang didapat anak di sekolah.
Definisi Miel tersebut sangat luas. Tidak hanya pengetahuan, kecakapan,
kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita, dan norma. Namun, juga pribadi guru,
kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah.
Sedangkan Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum
merupakan keseluruhan pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik
dibawah arahan dan bimbingan sekolah. Dede Rosyada kemudian memberikan uraian
singkat bahwa pengalaman yang diperoleh siswa dari program-program yang
ditawarkan sekolah amat variatif, tidak sebatas pembelajaran dalam kelas,
tetapi juga lapangan tempat mereka bermain di sekolah, kantin, bahkan bus
sekolah. Semua itu memberikan kontribusi pengembangan pengalaman yang
mempengaruhi perubahan-perubahan pada diri mereka. Ini menjadi fakta bahwa
pelaksanaan kurikulum pendidikan yang berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin
guna melahirkan praktisi pendidikan memberikan paradigm yang mendidik.
Atas dasar tersebut, Sukmadinata dalam Dede Rosyada
memiliki beberapa prinsip yang dapat dipegang guna memahami pemaknaan kurikulum
sejatinya sehingga kurikulum betul-betul diletakkan sebagai pijakan dasar dalam
melaksanakan pendidikan secara
praktis dan konkret sebagai berikut :
1.
Kurikulum
sebagai substansi, yakni rencana kegiatan belajar para siswa di sekolah,
mencakup rumusan-rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan pembelajaran,
jadwal, dan hasil evaluasi belajar. Kurikulum tersebut merupakan konsep yang
telah disusun oleh para ahli dan disepakati oleh para pengambil kebijakan
pendidikan serta oleh masyarakat sebagai bagian dari hasil pendidikan.
2.
Kurikulum
sebagai sebuah sistem, yakni merupakan rangkaian sebuah konsep tentang berbagai
kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan
secara koheren dengan lainnya. Kurikulum itu sendiri memiliki korelasi dengan
semua unsure dalam sistem pendidikan secara keseluruhan.
3.
Kurikulum
merupakan sebuah konsep yang dinamis, terbuka, dan membuka diri terhadap
berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian dengan tuntutan pasar atau
tuntutan idealism pengembangan peradaban umat manusia.
Robert Gagne menegaskan bahwa kurikulum adalah bagian
dari isi dan bahan pembelajaran yang digambarkan dengan sedemikian rupa
sehingga pembelajaran setiap unit dan dituntaskan sebagai satuan utuh.
Masing-masing unit menggambarkan kompetensi siswa yang dikuasai.
Oleh sebab itu kurikulum harus mencakup segala hal, baik
yang berhubungan langsung dengan kebutuhan anak didik di sekolah maupun tidak.
Hal ini membutuhkan cakupan holistic dan komprehensif. Mengabaikan hal lain
yang berada diluar kebutuhan langsung anak didik akan memutuskan jaringan anak
didik ketika berada di luar sekolah atau setelah lulus dari sekolah. Diakui
maupun tidak, baik secara mikro maupun makro. Kurikulum akan menuntut nasib
pendidikan anak didik, baik ketika masih berada dalam lingkungan pendidikan
sekolah maupun ketika sudah berada di luar sekolah. Dengan demikian, menyusun
dan membuat konkret anak didik, baik jangka pendek, menengah, dan panjang.
Kurikulum menjadi kunci sukses maupun gagalnya sebuah
pendidikan yang akan digelar oleh guru dan sekolah. Kurikulum memberikan
pengaruh besar terhadap dinamika pendidikan dan perkembangan kedewasaan anak
didik kedepannya. Ketelitian dalam penyusunan kurikulum harus diupayakan
perwujudan nyatanya supaya menghasilkan output
pendidikan yang berkualitas. Kurikulum senyatanya harus dibuat oleh
kelompok dalam disiplin terkait.
Pendidikan akan mampu melahirkan anak-anak bangsa yang
cerdas dan terampil ketika kurikulum yang dibangun dan dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Muatan-muatan yang terkandung dalam kurikulum
sebangun dengan kecakapan dasar anak didik sehingga mereka mudah mengikuti
praktis pendidikan yang dijalankan. Jika tidak, kurikulum justru akan semakin
menyulitkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan potensi. Mereka akan
terbebani dengan persoalan yang kian membelenggu sehingga pendidikan
menjauhkannya dari realitas lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, kurikulum yang
tepat dan mampu dinikmati dengan sedemikian enak oleh anak-anak didik ketika
muatan di dalamnya memberikan kesenangan dan tidak membawa stress.
Idealnya, kurikulum menjadi pemandu yang bisa memberikan
arahan-arahan fleksibel dan lentur. Memberikan nuansa kemerdekaan hidup bagi
anak didik untuk melakukan aktualisasi diri sedemikian rupa. Secara
revolusioner dan radikal, Y. B Mangunwijaya menegaskan bahwa perubahan sistem
pendidikan, sebut saja kurikulum pendidikan, harus dimulai dengan memperhatikan
tingkat sekolah dasar. Itulah tulang punggung bagi pendidikan selanjutnya.
Merupakan ekosistem dan basis strategis bagi evolusi humanisasi bangsa.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
diharapkan mampu membekali peserta didik dengan aneka pengetahuan,
keterampilan, dan sikap-sikap dasar yang memungkinkan peserta didik tumbuh
menjad imanusia yang utuh, warga Negara yang berakhlak mulia, terampil,
bertanggung jawab, dan memiliki keterlibatan sosial, baik dengan pendidikan
formal lanjutan maupun tanpanya. Oleh sebab itu kurikulum tingkat dasar harus
memberikan penguatan yang matang terhadap peserta didik.
B. Membedah
Peran Penting Kurikulum
Prof. Dr. Soedijarto, M. A. mengatakan bahwa sekolah
merupakan lembaga sosial yang keberadaannya merupakan bagian dari sistem sosial
negara bangsa. Ia bertujuan untuk mencetak manusia susila yang cakap,
demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertaqwa, sehat jasmani dan rohani,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap dan mandiri, dan
lain sebagainya. Soedijarto lebih jauh mengatakan bahwa pencapaian itu akan
bisa diraih ketika ada suatu proses yang terencana dengan efisien, efektif, dan
relevan. Agar tujuan tersebut tercapai maka dibutuhkan kurikulum yang kuat,
baik secara infrastruktur maupun superstruktur.
Apa kurikulum yang dimaksud tersebut ?
Kurikulum hanya akan efisien dan efektif menjalankan
fungsi pendidikan bila dilaksanakan oleh guru yang memiliki kemampuan
professional. Bila muncul pertanyaan selanjutnya, apakan peran penting yang
dipegang oleh kurikulum sehingga strategis dalam pembangunan pendidikan yang
berkualitas ? Jawabannya, kurikulum secara hakiki adalah jalan yang harus
ditempuh peserta didik guna mencapai tujuan program pendidikan. Tanpa adanya
kurikulum yang jelas maka tuuan pendidikan yang akan dicapai akan menjadi
buyar. Bila tidak disebut demikian maka tujuan pendidikan yang dihasilkan pun
tidak akan sesuai dengan target yang diraih. Oleh sebab itu, kurikulum
merupakan penunjuk arah kemana pendidikan akan dituntun dan diarahkan atau akan
menghasilkan output pendidikan
seperti apa. Oleh karenanya, hal mendasar yang kemudian harus menjadi perhatian
dan pertimbangan penting dalam kurikulum adalah identifikasi tujuan pendidikan
yang harus dicapai para peserta didik.
Ini penting untuk membuat gambaran umum dan khusus ke
mana materi pendidikan akan diajarkan kepada peserta didik, termasuk metode
ajar, monitoring dan evaluasi akhir. Dalam proses identifikasi, secara umum
akan menggambarkan kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang dikuasai oleh
lulusan pendidikan dalam wilayah studi kurikulum yang kemudian disebut tahap
pertama perencanaan kurikulum. Setelah disebutkandan diuraikan sejumlah tujuan
pendidikan yang akan dicapai oleh peserta didik, selanjutnya dirancang struktur
program pendidikan yang memuat jenis-jenis mata pelajaran, latihan, dan bobot
mata pelajaran dalam alokasi jam pelajaran. Setelah kurikulum satuan pendidikan
tuntas dirancang dan diselesaikan maka akan memasuki tahap mengembangkan
kurikulum yang mencakup penyusunan garis besar program belajar mengajar
(pengembangan kurikulum suatu materi pelajaran) dan pengembangan program
pembelajaran.
Setelah kurikulum satuan pendidikan ditetapkan maka akan
diketahui kedudukan setiap mata pelajaran. Hal penting yang harus dipahami
adalah setiap mata pelajaran harus harus dipegang oleh seseorang yang memiliki
disiplin terkait supaya kemudian melahirkan satu kinerja professional. Ketika
hal demikian berada dalam proses identifikasi mata pelajaran maka ada beberapa
pertanyaan dasar yang juga harus diperhatikan.
Pertama, mengapa dan untuk apa – dilihat dari
pencapaian tujuan pendidikan pendidikan – mata pelajaran harus dipelajari
peserta didik ? Kedua, apa yang harus
dicapai dengan mempelajari bidang studi dari mata pelajaran tertentu ? Jawaban
atas pertanyaan kedua ini akan mengerucut pada rumusan tujuan yang disebut
dengan tujuan kurikulum.
Beberapa hal yang penting dijalankan untuk melahirkan
kurikulum yang bermutu adalah :
1.
Menyusun
pokok-pokok bahasan bidang studi yang secara potensial dapat dijadikan objek
belajar yang relevan untuk mencapai tujuan.
2.
Memilih
pokok bahasan bidang studi yang paling relevan sebagai objek belajar guna
mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.
3.
Menyusun
deskripsi setiap pokok bahasan yang telah dipilih sehingga jelas.
4.
Mengurutkan
pokok-pokok bahasan secara logis dan psikologis agar dapat
dipertanggungjawabkan.
Supaya kurikulum yang dibangun tersebut kemudian bisa
menjadi serangkaian pengalaman pembelajaran yang relevan dengan kehidupan peserta
didik, masih perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai program pembelajaran ini.
Aktivitas ini kemudian diserahkan kepada penanggung jawab studi atau pengampu
mata pelajaran supaya dilakukan penyesuaian bahan aja yang dibutuhkan oleh
peserta didik. Pengampu mata pelajaran terkait harus menguasai bidang studi
yang dibebankan padanya, memahami karakteristik peserta didik yang akan
dihadapinya, memiliki berbagai model pembelajaran sehingga bisa mendialogkan
mata pelajaran tersebut secara lebih lentur, menguasai teknologi pendidikan
sebagai pelengkap proses pembelajaran supaya lebih efektif bagi penunjang
proses belajar mengajar dan mampu melakukan evaluasi dengan objektif.
Pertanyaannya sekarang, mampukah kita melahirkan kurikulum yang sedemikian rupa
?
Hal tersebut menjadi tanggung jawab
para pendidik dan sekolah apaila kurikulum diandaikan sebagai bagian terpenting
dalam proses pendidikan. Secara tegas, kurikulum dalam kondisi apa pun, baik di
dalam sekolah kota maupun desa, mendukung keberhasilan proses pendidikan.
Kurikulum menentukan arah dan kemajuan output
pendidikan dan memberikan kualitas pendidikan yang diinginkan. Tanpa
kurikulum atau perencanaan pembelajaran yang dilakukan secara sistematis,
mustahil pendidikan melahirkan hasil luar biasa.
Menurut Dr. E. Mulyasa, M. Pd.,
kurikulum merupakan kumpulan perangkat perencanaan dan pengaturan tentang
tujuan, kompetensi dasar, materi dasar, hasil belajar, serta penerapan pedoman
pelaksanaan aktivitas belajar guna meraih kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.
Mencermati apa yang dimaksud Mulyasa tersebut, kurikulum sangay menentukan
awal, proses, dan akhir pembelajaran. Kurikulum menjadi pengawal dinamka
pendidikan yang ditunjukan untuk mencerdaskan anak-anak didik. Lebih jauh lagi,
Mulyasa mengatakan agar kurikulum menekankan pada proses pendidikan yang
berupaya untuk membangkitkan keinginan, komitmen, kesadaran, dan kemauan anak
didik supaya gemar dan rajin membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi.
Dengan demikian, ini membuka ruang kecerdasan anak duduk yang tidak hanya
berpatokan pada kemampuan kognitif, namun juga mengarah pada pembangunan soial-minded.
Prof. Dr. Soedijarto, M. A.
mengatakan bahwa kurikulum memegang peran penting bagi pembangunan dan
pembentukan sebuah karakter bangsa. Bila dijelaskan lebih detail, kurikulum itu
menanamkan nilai-nilai nasionalisme terhadap anak-anak bangsa sehingga
mencintai bangsanya sebagaimana mencintai diri sendiri dan keluarganya.
Kurikulum yang memuat nilai seperti itu mampu menjadikan bangsa ini kokoh dan
utuh. Dengan demikian, anak-anak didik akan memilik impian besar supaya
bangsanya tetap menjadi bangsa maju dan tidak bergantung pada bangsa-bangsa
lain.
Bahkan, kurikulum sebagaimana yang
dijelaskan Soedijarto mengandung nilai religus berupaya bisa mendidik anak-anak
bangsa supaya mengenal Tuhan dan memiliki kekuatan agama. Selain itu, kurikulum
juga harus mampu menyuntikan kesadaran humanis sehingga mereka menjadi
anak-anak yang bertanggung jawab terhadap setiap amanah yang diamanatkan
padanya. Diakui mampu tidak pula, kurikulum memiliki sumbangsih besar bagi
perubahan pendidikan. Sebab, ini akan melahirkan perubahan konsep kurikulum
yang secara terus menerus.
Dengan kata lain, proses
pembelajaran dalam kelas selalu berpatokan pada kebutuhan dan kepentingan anak
didik agar dipenuhi. Dalam konteks demikian, tuntutan kurikulum melahirkan
konsep pendidikan yang maju dan progresif. Suka maupun tidak, hal demikian
harus dijalankan secara serius dan konkret apabila menginginkan dinamika dalam
pendidikan. Dengan demikian, peran penting kurikulum secara lebih tegas
dioptimalkan. Pertanyaannya, perubahan seperti apa yang harus dimiliki
kurikulum supaya semakin strategis dalam mencapai hasil pendidikan yang
berkualitas ? Secara jelas, harus dilakukan evaluasi secara terus menerus dari
proses pendidikan yang telah dilakukan dan dicapai mulai dari metode mengajar
yang diterapkan, bahan materi yang digunakan, dan prinsip penilaian penilaian
akhir prestasi anak didik.
Ini sesungguhnya menjadi hal
mendasar yang harus dikerjakan supaya perubahan kurikulum menyentuh persoalan
dan kebutuhan di lapangan. Jangan sampai menimbulkan persoalan yang menyebabkan
matinya proses pendidikan. Siapa pun setuju bahwa perkembangan kurikulum
sebagai bagian dari reposisi menjadi pertaruhan keberhasilan pendidikan. Pola
pengembangan kurikulum harus memberikan arah-arah kemajuan dan perbaikan. Sudah
menjadi tanggung jawab untuk dikerjakan ketika hal demikian sudah dirancang
secara matang. Menjadi hal utama ketika pengembangan kurikulumm lebih menunjukkan
prestasi pendidikan yang membanggakan.
Menjadi harapan ideal ketika perkembangan kurikulum mampu mengakomodasi segala
kebutuhan pendidikan, baik jangka pendek, menengah, dan panjang. Itulah tujuan
utama dari pengembangan kurikulum.
Kurikulum harus menampung segala
potensi dan bakat anak didik yang bisa diaktualisasikan secara konkret dan
praktis. Perkembangan kurikulum bisa membuka peluang-peluang baru bagi proses
pendidikan yang lebih hebat dan dinamis. Dalam konteks demikian, pengembangan
kurikulum tidak semata berdasarkan kebutuhan realitas yang dapat ditangkap
lewat panca indera, namun juga hati, pikiran, dan insting masa depan. Oemar
Hamalik memberi penjelasan lebih terinci mengenai pengembangan kurikulum, yaitu
:
1.
Berorientasi tujuan. Pengembangan kurikulum diniatkan supaya berpegang pada
tujuan pendidikan nasional. Merupakan gabungan dari tujuan satuan dan jenjang
pendidikan. Hal tersebut mengandung aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
nilai guna untuk membangkitkan tingkah laku anak didik yang terkandung dalam
tujuan pendidikan nasional.
2.
Relevan. Pengembangan kurikulum semestinya mencakup tujuan, isi, dan sistem
penyampaian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan siswa sehingga sangat
mempengaruhi pendidikan yang menyentuh realitas.
3.
Efisien dan efektif. Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan aspek
efisien dalam menggunakan dana, waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia
agar bisa melahirkan hasil yang memuaskan. Dengan kata lain, dana yang tersedia
harus digunakan untuk kebaikan dan keberhasilan pendidikan. Hal tersebut sama
halnya dengan waktu, tenaga dan lain seterusnya.
4.
Fleksibilitas. Ini terkait dengan kebutuhan dalam sebuah lokal tertentu.
Apabila anak-anak didiknya berada dalam alam agraris maka kurikulum yang digunakan
harus memuat pendidikan yang bernuansa agraris dengan memasukkan perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan lahan pertanian.
5.
Kontinuitas. Kurikulum harus dibangun secara berkesinambungan. Seluruh bagian
dalam kurikulum disusun secara sistematis sesuai dengan jenjang dan tingkat
pendidikan anak didik. Sengan demikian, keterkaitan aspek tersebut akan
membantu pendidik dan siswa dalam proses
pembelajaran.
6.
Kesinambungan. Agar kurikulum dapat berjalan dengan sedemikian berhasil
maka perlu memperhatikan berbagai program dan sub program antara mata ajar dan
aspek perilaku yang ingin dikembangkan. Hal itu akan membentuk jalinan yang
lengkap sehingga memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan pribadi anak
didik.
7.
Terpadu. Kurikulum harus dirancang dan dilaksanakan secara terpadu, mulai
dari topik atau masalh serta konsistensi antara unsur-unsurnya. Ini melibatkan
semua pihak, baik dilingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah yang
bersifat lintas sektoral. Dengan demikian, ini membentuk pribadi anak didik
yang tangguh dan kuat. Ini juga harus dilaksanakan antara anak didik dan
pendidik sebagai pelaksana utama dalam pembelajaran.
8.
Mutu. Supaya kurikulum memilii bobo yang kian baik maka kualitas pendidik,
kegiatan belajar mengajar seperti metode mengajar, peralatan dan beberapa aspek
penting lainnya yang menunjang digelar. Ini diharapkan mampu melahirkan bentuk
nyata pengembangan kurikulum yang akan mendorong perwujudan tujuan pendidikan
nasional. Akhirnya, pengembangan kurikulum menampakkan hasil konkret yang bisa
dinikmati seluruh konsumen pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas,
bahkan perguruan tinggi.
Kurikulum
harus memberikan perspektif baru dalam proses pendidikan. Ini akan menjadi
kunci utama dalam keberhasilan pendidikan. Konsep teori dan teknis yang harus
dibangun mendasarkan pada kebutuhan dan kepentingan di tingkat lapangan.
Kurikulu yang baik adalah yang mampu menangani dialog dengan
persoalan-persoalan nyata di tengah masyarkat. Kurikulum membangun kesadaran
supaya peserta didik nantinya bisa lebih akrab dengan hal-hal disekelilinganya.
Namun, jangan sampai memberikan materi belajar yang jauh dari lingkungan
kehidupan. Tidak menceoki peserta didik dengan sekian materi ajar yang susah
diterjemahkan dalam ranah sosial. termasuk pula tidak menggiring peserta didik
untuk melupakan realitas sosial dimana mereka berada dan melakukan aktivitas
sosial.
Ini merupakan
hal penting yang harus dicermati. Kurikulum hadir untu menggambarkan bagaimana
masyarakat bisa dijelaskan secara ilmiah dan terperinci sehingga peserta didik
dapat mengenal lingkungan secara baik. Oleh sebab itu, penerapan kurikulum bisa
dicapai dengan sempurna jika diperkuat oleh basis-basis lain sebagai proses
pendidikan yang berkualitas. Rumus sederhananya, peserta didik berhasiil
mencapai tujuan pendidikan masing-masing ketika perangkat-perangkat yang
disiapkan untuk mencapai tujuan pendidikan dimatangkan secara seruis dan
terpadu.
Dengan kata
lain, tujuan pendidikan harus bisa disebangunkan dengan segal perangkat yang
ada agar pendidikan yang berkualitas bisa direngkuh dengan baik. Seluruh hal
penting yang terkait pencapaian pendidikan berkualitas harus bisa
diselenggarakan secara maksimall dan optimal. Bila bangsa ini kemudian
diharuskan memiliki peradaban besar dan tinggi maka pendidikan pun harus bisa
dilakoni secara berdaya guna.
C. Kurikulum Ibarat Pondasi Rumah
Menurut ilmu
teknik sipil, kuatnya fondasi rumah akan menguatkan bangunan selanjutnya dari
rumah tersebut. Lebih lanjut disebutkan, fondasi diramu dengan segala jenis
tanah berkualitas, ditambah campuran semen yang banyak, dilengkapi pasir dengan
segala campuran lainnya, akan menjadikan fondasi tersebut siap menopang
bangunan rumah untuk tegak berdiri. Pertanyaannya adalah apakah kurikulum
negeri ini menganut konsep sedemikian ? apakah kurikulum yang selama ini
dijalankan dengan segala bentuk UU memberikan fondasi yang kuat demi menjalankan pendidikan yang
berkualitas dan baik ? apakah fondasi dalam kurikulum negeri ini memang dipola
dengan sedemikian amburadul sehingga melahirkan output pendidikan yang sangat buruk ? apakah kurikulum sebelum
dilaksanakan secara praktik telah diperkuat dengan perangkat luar biasa supaya
proses pendidikan yang dijalankan nantinya bisa optimal ?
Yang jelas,
kurikulum akan menjadi mumpuni dan kokoh apabila menyerupai fondasi rumah.
Mengandung nilai-nilai sangat mendasar dan potensial bagi keberhasilan
pendidikan yang diharapkan bersama. Menurut Oemar Hamalik, ada enam faktor yang
harus dijadikan landasan utama. Pertama,
tujuan filosofis dan pendidikan nasional merupakan piranti utama yang harus
dipertegas penjabarannya.
Kedua, sosial budaya dan agama yang
hidup di tengah masyarakat harus dimasukkan dalam nilai kurikulum sebagai
bagian dari penanaman nilai-nilai keribadian diri. Ketiga, perkembangan peserta didik harus dipertimbangkan. Keempat, keadaan lingkungan baik
interpersonal, kultural, biekologi, dan geoekologis jangan sampai ditinggalkan,
sebab mempengaruhi pembentukan pendidikan terhadap peserta didik.
Kelima, kebutuhan pembangunan dalam daerah
tertentu harus diperhatikan, sebab pendidikan bersinergi dengan realitas potensial
yang sedang dikembangkan dan dibutuhkan demi kemajuan sebuah daerah tertentu. Keenam, perkembangan global mengenai
ilmu pengetahuan dan teknologi harusbisa diserap dan dimasukkan dalam kurikulum
supaya pendidikan yang ditanamkan terhadap peserta didik selalu berwawasan
global. Ibaratnya, merek kemudian tidak seperti katak dalam tempurung. Mereka
mampu melihat ke depan bagaimana pendidikan di lintas bangsa selalu mengalami
perkembangan dan kemajuan pesat. Selalu muncul dinamika yang luar biasa yang kemudian
menimbulkan proses perubahan secara terus menerus.
Lebih lanjut, Oemar Hamalik
menggambarkan, supaya kurikulum mampu menjadi sebuah fondasi dengan paradigma
mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai berikut ;
1.
Tujuan kurikulum
Tujuan
kurikulum berdasarkan setiap satuan pendidikan harus diperhatikan secara
cermat. Ini menentukan arah sebuah implementasi pendidikan.
2.
Materi kurikulum
Sejatinya,
materi kurikulum adalah isi dari kurikulum. Oleh karenanya, materi tersebut
harus mencerminkan bahan ajar yang membangun ruang pencerahan.
3.
Metode
Metode
merupakan cara yang digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran. Metode dalam
konteks tersebut memiliki pesan strategis dan penting dalam keberhasilan sebuah
pendidikan yang termuat dalam kurikulum.
4.
Organisasi kurikulum
Organisasi
kurikulum yang dimaksudkan adalah konsep kurikulum berdasarkan beberapa
kebutuhan masing-masing.
5.
Mata pelajaran terpisah
Kurikulum
ini merupakan mata pelajaran terpisah, seperti sejarah, ilmu pasti, bahasa
Indonesia, dan sebagainya. Disebut terpisah sebab diajarkan seara tersendiri,
tanpa mempunyai relasi denan mata pelajaran lain. Lebih tepatnya, pengajaran
tersebut tidak mendasarkan diri pada pertimbangan kebutuhan dan kemampuan
peserta didik.
6.
Mata pelajaran berkolerasi
Ini
ditujukan agar pendidikan yang dijalankan mampu membangun pandangan hidup
peserta didik yang linier. Dengan kata lain, mempelajari sejarah dan ilmu bumi
memiliki kaitan isi kendatipun berbeda dalam waktu pengajaran.
7.
Bidang studi
Ini
dimaksudkan supaya materi ajar yang sekelompok dan mempunyai kaitan ciri-ciri
dapat dihubungkan sedemikian rupa, seperti bidang studi bahasa mencakup
membaca, bercerita, mengarang, bercakap — cakap, dan lain sebagainya.
8.
Program yang berpusat pada anak
Program
ini merupakan terobosan baru supaya anak didik dapat menjadi pusat
pembelajaran, sedangkan pendidik hanya sebagai fasilitator. Pendidik menyiapkan
segala bahan yang diperlukan supaya anak didik mendapat pengetahuan dari
aktivitas yang dikerjakannya sebut saja cerita dan lain sebagainya.
9.
Core program
Ini
merupakan program pembelajaran yang berupaya memecahkan sebuah persoalan
tertentu. Proses pengajarannya melalui kegiatan belajar yang menekankan pada
pemecahan masalah. Dalam program tersebut, pengalaman-pengalaman yang
disarankan sudah diberikan sehingga pendidik dan anak didik hanya memilih mana
yang tepat untuk digunakan dalam rangka merencanakan dan mengembangan suatu
unit kerja yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan anak didik.
10. Elektik program
Program
demikian merupakan program yang berupaya menemukan titik keseimbangan antara
organisasi kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran dan peserta didik. Memilih
unsur paling baik di antara berbagai mata pelajaran tersebut kemudian
digabungkan dalam satu program adalah rumus yang tepat untuk menjalankan
elektik program. Ini menjadi sebangun dengan minat, kebutuhan, dan kematangan
peserta didik. Ruang lingkup dan urutannya sudah ditentukan sebelumnya.
Pendidik dan peserta didik hanya merinci kembali. Dengan begitu, ini
menghasilkan alokasi waktu yang proporsional, baik untuk mengajar keterampilan
dan unit kerja. Distribusi waktu disinergikan dengan kegiatan guna mencapai
tujuan. Lebih menarik lagi, program ini memberikan peluang bagi peserta didik
untuk menjadi kreatif dem pengembangan apresiasi dan pemahaman.
11. Evaluasi
Evaluasi
merupakan komponen yang cukup menjadi harapan terakhir mengenai seberapa besar
hasil pendidikan atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik. Dalam konteks
ini, evaluasi sangat dominan untuk mengukur sebuah keberhasilan pendidikan atau
prestasi pendidikan sehingga bisa ditemukan titik kesulitan, kemudahan, dan
hambatan yang dialami peserta didik.
Tentu,
pemberian evaluasi memilii titik tolak yang berlainan, sesuai dengan tujuan
dilakukannya penilaian tersebut. Penilaian formatif dimaksudkan untuk
mengetahui kemajuan siswa dan dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan.
Sedangkan penilaian sumatif bermaksud untuk menilai kemampuan siswa setelah
satu semester atau dalam periode tertentu guna mengetahui perkembangan peserta
didik secara holistik. Oleh karenanya, supaya evaluasi bisa berhasil maka
instrumen yang digunakan harus mengandung valid, riel, objektif, praktis, dan
berbeda.
Mencermati
paparan tersebut maka menjadi sangat jelas bahwa kurikulum merupakan bahan
utama dalam melahirkan kualitas pendidikan yang baik. Kurikulum mendapatkan
posisi guna membawa proses pendidikan yang mampu memberikan arah jelas dan baku
ke depannya. Bila pendidikan Indonesia harus diselaraskan dengan tujuan
pendidikan nasional, kurikulum sedemikian cukup cerdas memberikan titik
berangkat yang sangat kokoh.
D. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model
yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model kurikulum bukan saja
didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian
hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan
sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta konsep pendidikan mana yang
digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan
yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model
pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan
kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Sekurang
kurangnya dikenal delapan model pengembangan kurikulum, yaitu : the administrative (line staf) model, the
grass root model, Beauchamp’s system, the demonstration model, Taba’s inverted
model, Roger’s interpersonal relations model, the systematic action research
model and emerging technical model.
1. The administrative model
Model pengembangan kurikulum ini
merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model
administraf atau line staff karena
inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan
dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya,
administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat
dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para
tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim komisi ini adalah merumuskan
konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam
pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar ini terumuskan dan
mendapatkan pengkajian yang saksama, administrator pendidikan menyusun tim atau
komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri
atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi,
guru-guru bidang stud yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas
menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari
konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah.
Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari
tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran,
memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman
pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah
semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikululm tersebut selesai, hasilnya
dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat
yang kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup
baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut
serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikululm tersebut.
Karena sifatnya yang datang dari atas, “top
down” atau ”line staff”.
Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut
kesiapan dari pelaksananya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan
petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan
keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam
pelaksanaan kurikululm tersebut, selama bertahun-tahun permulaan diperlukan
pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan
dalam pelaksanannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan suatu
evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponennya, prosedur
pelaksanaan maupun keberasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh
tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian persekolahan dapat
dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian
tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat,
daerah, maupun sekolah.
2. The grass roots model
Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan
dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi,
sedangkan model grass on the roots
akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam
model pengembangan yang bersifat grass
roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah
mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini
dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang
studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas,
biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga
penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan
kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang
dikemukakan oleh Smith, Stanley dan Shores ;
a)
The curriculum will improve only as the professional competence of teachers
improves.
b)
The competence of teachers will be improved only as the teachers come
involved personally in problems of cirrriculum revision.
c)
If teacher share in dhaping the goals to be attained, in selecting,
definine, and solingthe problem to be encountered, and in judging and
evaluating the results, their involvement will be most nearly assured.
d)
As people meet in face-to-face groups, they will be able to understand one
another better and reach a consensus on basic principles, goals, and plans
Pengembangan
kurikulum yang bersifat grass root,
mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah lain, atau
keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikululm
yang bersifat desentralisasi dengan model grass
root-nya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan
sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang
lebih mandiri dan kreatif.
3. Beauchamp’s system
Model pengembangan kurikulum ini,
dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima
hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
Pertama,
menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicangkup oleh kurikulum
tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun seluruh
negara. Penetapan arena ini ditentuan oleh wewenang yang dimilik oleh pengambil
kebijaksanaan dalam pengembangan kurikululm, serta oleh tujuan pengembangan
kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan
kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum
hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
Kedua,
menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan/kurikulum yang ada
pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang dari luar, (2) para ahli
pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, (3) pada
profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan tokoh-tokoh
masyarakat.
Beauchamp
mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang
biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum,
dbanding dengan tokoh-tokoh lain seperti, para penulis dan penerbit buku, para
pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta indutriawan. Penetapan
personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena.
Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru.
Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan
guru-guru sangat besar. Mengenai keterlibatan kelompo-kelompok personalia ini,
Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan : (1) haruskah kelompok
ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum ?, (2)
Bila ya, apakah peranan mereka ?, (3) Apakkah mungkin ditemukan alat dan cara
yang paling efektif untuk menjelaskan peran tersebut ?
Ketiga,
organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan
prosedur yang arus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih
khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam
menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan
ini dalam lima langkah, yaitu ; (1) membentuk tim pengembangan kurikulum, (2)
mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang
digunakan, (3) studi pengajaran tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru,
(4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan
dan penulisan kurikulum baru.
Keempat,
implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau
melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan
kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan
maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau
penulisan kurikulum.
Langkah
yang kelima dan merupakan langkah terakhir adalah evaluasi kurikulum. Langkah
ini minimal mencakup empat hal, yaitu evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum
oleh guru-guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa,
evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan
evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta
prinsip-prinsip melaksanakannya.
4. The demosntration model
Model
demonstrasi pada dasarnya bersifat grass
roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau
sekelompok guru ekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan
kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa
sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum.
Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan
kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Menurut
Smith, Stanlet, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini. Pertama,
sekelompok guru dari sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan
suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan
penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi/komponen
kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan
bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan ini biasanya diprakarsai dan
diorganisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang seperti, direktorat
pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah pendidikan dan
kebudayaan, dan sebagainya.
Bentuk
yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas
dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan
sendiri. mereka menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang berlaku.
Dengan kegiatan ini mereka mengaharapkan ditemukan kurikulum atau aspek
tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang
lebih luas.
Ada
beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum model ini. Pertama, karena
kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan
dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih
praktis. Kedua, perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam skala kecil atau
aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administator,
dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh. Ketiga,
pengembangan kurikulum dengan skala kecil dengan model ini dapat menembus
hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tetapi pelaksanaannya
tidak ada. Keempat, model ini sifatnya yang grass
root menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang
dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program
baru. Kelemahan model ini, adalah bagi guru-guru yang tidak ikut berpartisipasi
mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk mungkin
akan terjadi apatisme.
5. Taba’s innverted model
Menurut cara bersifat tradisional
pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif, dengan urutan :
a)
Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar
b)
Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas
komitmen-komitmen tertentu
c)
Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
d)
Melaksanakan kurikulum di dalam kelas
Taba
berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merancang timbulnya
inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi
dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inversi
atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada
lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini. Pertama, mengadakan
unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Didalam unit eksperimen ini diadakan
studi saksama tentang hubungan antara teori dengan praktik. Perencanaan
didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam kelas
menghasilkan data-data yang menguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan
langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini ;
a)
Mendiagnosis kebutuhan
b)
Merumuskan tujuan-tujuan khusus
c)
Memilih isi
d)
Mengorganisasikan isi
e)
Memilih pengalaman belajar
f)
Mengevaluasi
g)
Melihat sekuens dan keseimbangan
Langkah
kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam
pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau
tempat lain untuk mengetahuhi validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun
data bagi penyempurnaan.
Langkah
ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh
beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan
konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang bersifat umum yang
berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun
suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada sesuatu sekolah belum
tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya
pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.
Langkah
keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila dalam kegiatan
penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh
atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum
dan para profesional kurikululm lainnya. Kegiatan itu dilakukan untuk
mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai
sudah masuk akal dan sesuai.
Landasan
kelima, implementasi dan dideminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada
daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini masalah dan
kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan
guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.
6. Roger’s interpersonal relation model
Meskipun Roger bukan seorang ahli
pendidikan tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana
membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan
pengembangan kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsepnya tentang
perkembangan dan perubahan individu.
Menurut
Roger manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan
dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambaan
tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar dan mempercepat
perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi
penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar
perkembangan anak.
Ada
empat langkah pengembangan kurikulum model Roger. Pertama, pemilihan target
dari sistem pendidikan. Di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria
yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk
turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para
pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang
relaks, tidak formal. Melalui kegiatan kelompok ini mereka akan mengalami
perubahan-perubahan sebagai berikut
a)
He is less protective of his own beliefs and can listen moro accuratelyy
b)
He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas
c)
He has less need to protect bureaucratic rules
d)
He cummunicates more clearly and realistically to superior, peers, and
sub-ordinates because he is more open and less self-protective
e)
He is more person oriented and demicratic
f)
He openly confronts personal emotional frictions between him self and
colleagues
g)
He is more able to accept both positive and negatie feedback and use it
constructively
Langkah
kedua dalam pengembangan kurikulum model Roger adalah partisipasi guru dalam
pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti yang dilakukan para pejaba
pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru
dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat suka rela, lama kegiatan kalau bisa
satu minggu lebih baik, tetapi dapat juga kurang dari satu minggu. Efek yang
akan ditermia guru sejalan dengan para administrator, dengan beberapa tambahan.
a)
He is more able to listen to students
b)
He accepts innovative, troublesome ideas from stundets, rather than
insisting on conformity
c)
He pays as much attention to his relationships with students as he does to
course content
d)
He work out problem with students rather than responding in a disciplinary
and punitive manner
e)
He develops an aqualitarian and democratic classroom climate
Langkah
ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau
unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok,
dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
Dari kegiatan ini para siswa akan mendapatkan :
a)
He feels freer to express both postve and negatie feelings in class
b)
He works through these feelings toward a realistic solution
c)
He has more energy for learning because he has less fear of constant
evaluation and punishment
d)
He discovers that he is responsible for his own learning
e)
He awe and fear of authority diminish as he finds teachers and
administrators to be fallible human beings
f)
He finds that the learning process enables him to deal with his life
Langkah
keempat, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. kegiatan ini dapat
dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok ini dapat
tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus.
Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama
orang tua, dengan anak, dan denga guru. Roger juga menyarankan, kalau mungkin
ada pengalaman kegiatan sekelompok yang bersifat campuran. Kegiatan merupakan
kulminasi dari semua kegiatan kelompok diatas.
Model
pengembangan kurikulum dari Roger ini berbeda dengan model-model lainnya.
Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah
rangkaian kegiatan kelompok. itulah ciri khas Carl Rogers sebagai seorang
Eksistensialis Humanis, ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis,
data, dan sebagainya. Bagi Roger yang penting adalah aktivitas dan interaksi.
Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah.
Metode pendidikan yang diutamakan Roger adalah sensitivity training, ecounter group, dan Training Group (T Group).
7. The systematic action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada
asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu
mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru,
struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan
masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal
itu : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari
pengetahuan profesional.
Kurikulum
dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh
masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
Langkah
pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum,
berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi
faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari
hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara
mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
Kedua,
implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini
segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan
pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi : menyiapkan data bagi evaluasi
tindakan, sebgai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan
untuk menilai kembalidan mengadakan modifikasi, sebagai bahan untuk menentukan
tindakan lebih lanjut.
8. Emerging technical models
Perkembangan
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas
dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya : The behavioal Analysis Model, The system
analysis model, The computer based model.
The behavioal Analysis Model, menekankan
penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku atau kemampuan yang kompleks
diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara
hirarki. Siswa mempelajari perilak-perilaku tersebut secara berangsur-angsur
mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
The system analysis model berasal dari gerakan efisiensi
bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat
hasil belajar yang harus dkuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen
untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga,
mengidentifi- kasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang
diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa
program pendidikan.
The computer based model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengiden- tifikasi seluruh unit-unit
kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang
diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan
dengan unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan
dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam
komputer.
BAB III
KESIMPULAN
Tulisan
ini menajikan suatu kerangka kerja dasar yang bersifat konseptual tentang
perencanaan kurikulum dan penggunaan model pengembangan kurikulum. Kerangka
kerja ini dapat digunakan oleh para instruktur, guru dan calon guru untuk
memahami, menganalisis dan mengapllikasikannya dalam proses pembuatan kurikulum
yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
kurikulum menjadi pemandu yang bisa memberikan
arahan-arahan fleksibel dan lentur. Memberikan nuansa kemerdekaan hidup bagi
anak didik untuk melakukan aktualisasi diri sedemikian rupa.
Kurikulum harus menampung segala
potensi dan bakat anak didik yang bisa diaktualisasikan secara konkret dan
praktis. Perkembangan kurikulum bisa membuka peluang-peluang baru bagi proses
pendidikan yang lebih hebat dan dinamis.
Beberapa hal yang penting dijalankan untuk
melahirkan kurikulum yang bermutu adalah :
1.
Menyusun
pokok-pokok bahasan bidang studi yang secara potensial dapat dijadikan objek
belajar yang relevan untuk mencapai tujuan.
2.
Memilih
pokok bahasan bidang studi yang paling relevan sebagai objek belajar guna
mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.
3.
Menyusun
deskripsi setiap pokok bahasan yang telah dipilih sehingga jelas.
4.
Mengurutkan
pokok-pokok bahasan secara logis dan psikologis agar dapat
dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata,
Nana Syaodih (1997). Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Ahmad, M. (2008). Pengembangan Kurikulum. Tanggerang: PT
Bintang Harapan Sejahtera